Ada Ketidakpastian Bila Yuan Jadi Alat Tukar Utama

09-12-2016 / KOMISI XI
 
Wacana pemerintah yang ingin menjadikan yuan sebagai alat tukar utama, punya risiko bagi perekonomian Indonesia. Selain akan menimbulkan ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi di Indonesia, wacana ini juga hanya sebagai pancingan pemerintah agar negara-negara barat dan Amerika meningkatkan investasinya di Tanah Air.
 
 
Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir saat dihubungi Parlementaria, Jumat (9/12). “Apabila Indonesia menggunakan yuan sebagai alat tukar utama, tentu akan punya risiko. Sampai sejauh ini perekonomian Cina belum stabil, masih volatil, dan hal ini akan memberikan risiko ketidakpastian bagi pelaku ekonomi di Indonesia,” ujarnya.
 
 
Politisi PAN ini juga mensinyalir, wacana menjadikan yuan sebagai alat tukar utama dipandang sebagai penghangat saja. Pemerintah sedang mengejar realisasi investasi pada 2017. Untuk itu, diharapkan dengan wacana ini investasi negara-negara barat, Amerika, termasuk Jepang mengalir ke Indonesia. Nemaun, dari sisi ekonomi, menjadikan yuan sebagai alat tukar utama tidaklah tepat, karena ekonomi Cina sedang menghadapi laju pertumbuhan yang menurun.
 
 
“US Dollar telah menjadi alat tukar utama dunia. Dunia menggunakan US dollar disebabkan ekonomi Amerika yang relatif stabil. Dulu sempat ada wacana untuk menjadikan euro menjadi alat tukar utama. Tetapi sangat riskan menggunakan euro, karena selain mata uang baru, euro juga relatif fragile, karena rentan terhadap perpecahan,” papar politisi dari dapil Sumsel I itu.
 
 
Ditambahkan Hafisz, argumen pemerintah juga tidak dapat diterima di balik keinginan menjadikan yuan sebagai alat tukar utama. Pemerintah menilai ekspor ke negeri tirai bambu cukup tinggi, mencapai 10-11 persen dari total ekspor Indonesia. Cina juga dinilai sebagai mitra dagang yang baik. Jadi menurut pemerintah, tepat bila yuan dijadikan alat tukar utama.
 
 
“Hubungan dagang kita dengan Cina tidak menguntungkan alias berat sebelah. Sudah sejak empat tahun terakhir merugi dalam neraca perdagangan dengan Cina. Sementara dengan Amerika kita selalu surplus alias untung. Pilih mana, perdagangan besar tapi rugi atau perdagangan kecil tapi untung. Dan yang paling penting adalah dollar cukup diterima di semua pasar. Sementara yuan baru sebagian dunia saja,” krirtik Hafisz. (mh), foto : azka/hr.
BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...